Profil Desa Tegalarum

Ketahui informasi secara rinci Desa Tegalarum mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Tegalarum

Tentang Kami

Profil Desa Tegalarum, Borobudur, pesona tersembunyi di Magelang. Menggali potensi agrowisata berbasis "tegalan harum" (ladang wangi) dari pertanian palawija, rempah, dan UMKM kuliner otentik sebagai destinasi wisata alternatif.

  • Identitas Agraris Murni

    Tegalarum merupakan desa yang merepresentasikan kehidupan agraris sejati, dengan ekonomi dan lanskap yang didominasi oleh pertanian lahan kering (tegalan) penghasil palawija dan empon-empon (rempah).

  • Potensi Wisata Sensorik (Aroma dan Rasa)

    Keunikan desa ini terletak pada potensi pengembangan wisata berbasis pengalaman sensorik, yang terinspirasi dari nama "Tegalarum" (ladang yang harum), menonjolkan produk kuliner dan herbal lokal.

  • Destinasi Masa Depan untuk Wisata Otentik

    Sebagai desa yang masih alami dan belum tersentuh pariwisata massal, Tegalarum menawarkan peluang bagi wisatawan yang mencari pengalaman pedesaan Jawa yang paling murni dan otentik.

XM Broker

Jauh dari kilatan lampu kamera dan hiruk pikuk wisatawan di koridor utama Candi Borobudur, terdapat sebuah desa yang menyimpan ceritanya dalam aroma tanah dan wangi rempah. Desa Tegalarum, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, adalah sebuah bab tersembunyi dalam buku besar pariwisata kawasan ini. Per 18 September 2025, desa ini masih memegang teguh identitasnya sebagai jantung agraris murni, sebuah "Tegal Arum" atau ladang yang harum. Tanpa monumen megah atau pemandangan ikonik, kekuatan Tegalarum justru terletak pada potensinya yang belum terasah: sebuah destinasi yang menawarkan pengalaman otentik melalui indra penciuman dan perasa, mengajak pengunjung untuk menemukan keharuman sejati dari kehidupan pedesaan Jawa.

Sejarah dan Filosofi Nama: Jejak Harum dari Ladang Tegalan

Nama sebuah desa seringkali merupakan potret dari sejarah dan karakternya. "Tegalarum" terdiri dari dua kata: "Tegal", yang merujuk pada lahan pertanian kering yang tidak tergenang air seperti sawah dan "Arum", yang berarti wangi atau harum. Nama ini secara puitis menggambarkan sebuah desa yang kehidupannya bersumber dari ladang-ladang yang menghasilkan aroma khas. Aroma ini bisa berasal dari bunga-bunga tanaman palawija, wangi empon-empon (rimpang) seperti jahe dan kunyit saat dipanen, atau harumnya masakan tradisional yang diolah dari hasil bumi setempat.Secara historis, Tegalarum merupakan komunitas petani tegalan yang tangguh. Mereka adalah para ahli dalam mengolah lahan kering di kontur yang mungkin sedikit miring, menanam berbagai komoditas penyangga pangan seperti singkong, ubi jalar, jagung, kacang-kacangan, dan aneka rempah yang menjadi bumbu kehidupan sehari-hari. Sejarah desa ini bukanlah sejarah para raja atau pemahat candi, melainkan sejarah para petani yang dalam diam memastikan denyut kehidupan di pedalaman Borobudur terus berdetak melalui hasil panen mereka.

Geografi Tersembunyi dan Karakteristik Masyarakat

Lokasi Desa Tegalarum menempatkannya sebagai salah satu penyangga kawasan Borobudur yang paling otentik. Posisinya yang kemungkinan besar berada di lingkar luar atau di perbatasan kecamatan membuatnya terisolasi dari dampak langsung pariwisata massal. Suasananya jauh lebih tenang, udaranya lebih bersih, dan interaksi antarwarganya masih sangat erat. Luas wilayah desa ini tercatat sekitar 2,20 kilometer persegi dengan jumlah penduduk mendekati 3.500 jiwa.Adapun batas-batas wilayah Desa Tegalarum (berdasarkan pemetaan umum kawasan) ialah:

  • Sebelah Utara: Berbatasan dengan desa di dalam Kecamatan Borobudur atau Kecamatan Tempuran.

  • Sebelah Timur: Berbatasan dengan Desa Majaksingi atau desa lain di perbukitan.

  • Sebelah Selatan: Berbatasan dengan wilayah perbukitan Menoreh atau desa di kecamatan lain.

  • Sebelah Barat: Berbatasan dengan Desa Kebonsari atau desa lain di sekitarnya.

Mayoritas mutlak penduduk Desa Tegalarum hingga hari ini masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Ritme kehidupan desa diatur sepenuhnya oleh musim: kapan harus menyiapkan lahan, menanam, merawat, dan kapan waktu panen tiba. Karakter masyarakatnya terbentuk oleh etos kerja sebagai petani: sabar, tekun, dan memiliki ikatan kuat dengan alam. Sifat komunal seperti gotong royong masih menjadi pemandangan lumrah, sebuah modal sosial yang sangat berharga di era modern.

Kekayaan Agraris: Jantung Kehidupan dan Potensi Ekonomi

Kekayaan sejati Desa Tegalarum bukanlah emas atau batuan candi, melainkan keanekaragaman hayati di ladang-ladang mereka. Pertanian lahan kering memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis tanaman yang menjadi fondasi ekonomi dan budaya desa, di antaranya:

  • Singkong dan Ubi Jalar: Sebagai sumber karbohidrat utama selain nasi, diolah menjadi berbagai penganan tradisional.

  • Palawija Lainnya: Jagung, kacang tanah, dan kedelai menjadi tanaman rotasi yang menjaga kesuburan tanah.

  • Empon-empon dan Rempah: Jahe, kunyit, kencur, temulawak, dan sereh (serai) tumbuh subur di pekarangan rumah dan tegalan. Tanaman-tanaman inilah yang menjadi sumber "keharuman" desa dan bahan baku utama untuk jamu dan minuman herbal.

  • Tanaman Perkebunan: Pohon kelapa dan aren menjadi sumber nira untuk pembuatan gula tradisional.

Keragaman inilah yang menjadi modal utama Desa Tegalarum untuk membangun narasi pariwisatanya di masa depan. Bukan sebagai pesaing desa-desa lain, melainkan sebagai pelengkap yang menawarkan pengalaman berbeda.

Dari Ladang ke Dapur: Embrio Wisata Kuliner dan Aromatik

Potensi terbesar Desa Tegalarum terletak pada jalur pendek dari ladang ke dapur. Inilah embrio dari sebuah konsep wisata kuliner dan aromatik yang unik. UMKM yang ada di desa ini, meskipun masih berskala sangat kecil, merupakan cerminan dari potensi tersebut.

  • Kuliner Otentik: Para ibu di desa ini sangat terampil mengolah singkong menjadi makanan khas seperti tiwul, gatot, dan aneka keripik dengan cita rasa asli pedesaan.

  • Minuman Herbal (Wedang): Tradisi membuat wedang empon-empon atau minuman herbal dari rempah segar masih sangat hidup. Aroma jahe bakar yang diseduh dengan gula aren adalah salah satu "parfum" khas desa saat sore hari.

  • Produksi Gula Aren/Kelapa: Proses pembuatan gula yang masih tradisional, mulai dari pengambilan nira di pagi hari hingga memasaknya di atas tungku kayu, merupakan sebuah atraksi budaya dan edukasi yang sangat potensial.

Pengembangan wisata di Tegalarum dapat berfokus pada pengalaman ini: mengajak wisatawan untuk ikut memanen rempah, kemudian belajar meracik jamu atau wedang sendiri, dan menikmatinya sambil mendengarkan cerita dari para sesepuh desa.

Merintis Potensi: Visi Pemerintah Desa dan Peran Komunitas

Menyadari bahwa desa mereka adalah "berlian yang belum digosok", Pemerintah Desa Tegalarum bersama tokoh masyarakat mulai merumuskan visi pembangunan yang berbasis pada kekuatan inti. Alih-alih mengajukan proposal untuk pembangunan infrastruktur wisata yang masif, fokus mereka saat ini ialah pada pemberdayaan masyarakat."Kami tahu kekuatan kami bukan pada apa yang bisa dilihat mata, tapi pada apa yang bisa dirasakan lidah dan dicium hidung," ujar Kepala Desa Tegalarum dalam sebuah forum musyawarah desa. "Visi jangka panjang kami adalah menjadikan Tegalarum sebagai `Desa Wisata Rempah dan Kuliner Warisan`. Kami ingin tamu yang datang tidak hanya pulang membawa foto, tapi juga membawa resep, membawa rasa, dan membawa kenangan akan kehangatan desa kami."Langkah-langkah awal yang sedang dirintis antara lain pemetaan potensi UMKM, pembentukan kelompok sadar wisata (Pokdarwis), dan pelatihan dasar tentang higienitas produk dan pelayanan bagi warga yang tertarik untuk membuka homestay sederhana di masa depan.

Tantangan dan Peluang: Membangun Destinasi dari Akar

Sebagai desa yang memulai dari nol dalam peta pariwisata, Tegalarum menghadapi tantangan yang tidak mudah. Aksesibilitas, kurangnya fasilitas pendukung, dan sumber daya manusia yang belum terbiasa dengan industri pariwisata adalah beberapa di antaranya. Membangun merek dan promosi untuk sesuatu yang "tak terlihat" seperti aroma dan rasa juga membutuhkan kreativitas yang tinggi.Namun di balik tantangan tersebut, terbentang peluang yang sangat besar. Tren pariwisata global pasca-pandemi menunjukkan peningkatan minat pada destinasi yang otentik, tidak ramai, dan menawarkan pengalaman kesehatan (wellness). Tegalarum dengan potensi wisata herbal dan kulinernya sangat cocok dengan tren ini. Statusnya sebagai "kanvas kosong" memungkinkan desa ini untuk merancang model pariwisata yang 100% berkelanjutan dan milik masyarakat sejak awal, menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi di destinasi yang berkembang terlalu cepat.

Penutup: Menemukan Keharuman Sejati di Pedesaan Borobudur

Perjalanan Desa Tegalarum adalah pengingat bahwa setiap jengkal tanah di sekitar warisan dunia Borobudur memiliki ceritanya sendiri. Beberapa cerita terpahat megah di batu andesit, sementara yang lain, seperti kisah Tegalarum, berbisik lembut melalui aroma masakan dan semilir angin yang membawa wangi dari ladang. Masa depan desa ini tidak terletak pada meniru kesuksesan tetangganya, tetapi pada keberanian untuk merayakan keunikannya. Dengan menggali kekayaan dari "Tegal Arum"-nya, Tegalarum berpotensi menjadi destinasi di mana para pelancong tidak hanya berwisata, tetapi juga menemukan kembali kehangatan, keaslian, dan keharuman sejati dari jantung pedesaan Jawa.